Enam Etika Silaturrahim

Silaturrahim adalah salah satu ajaran pokok Islam. Sebab, makna Islam sebagai agama kasih sayang (rahmatan lil-alamin)—salah satunya—diwujudkan dengan bersilaturrahim. Oleh karena itu, banyak sekali perintah tentangnya, baik dalam Al-Qur’an, Hadis, maupun nasehat-nasehat ulama.

Allah swt. berfirman, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (An-Nisā’ [4]:1)

Dari Jubair bin Muth’im, Nabi Saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan persaudaraan.” (Muttafaq ‘Alaih). Nabi saw bersabda, “Barangsiapa senang diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (diberkahi), maka hendaklah ia bersilaturrahim.” (Muttafaq ‘Alaih)

Karena sillaturrahim merupakan ajaran pokok, Islam telah menetapkan etika tertentu tentangnya. Pertama, dahulukan mengunjungi kerabat dekat, terutama orang tua, dan senantiasa menggembirakan hati mereka. Allah swt. berfirman, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya.” (Q.S. al-Isra’ [17]:26.

Kedua, memberikan sesuatu sekedar oleh-oleh. Dengan cara ini, seseorang tidak saja mendapat pahala bersilaturrahim, tetapi juga pahala sedekah dan membahagiakan orang lain. Nabi bersabda, “Kebaikan yang paling Allah senangi setelah ibadah fardhu adalah memberikan kebahagiaan kepada saudara semuslim.” (H.R. ath-Thabrani).

Leave a Reply